Mendidik Generasi Dengan Ketulusan Hati

Nurul Jannah
---
Pendidikan yang baik dapat diibaratkan seorang petani yang merawat dan mengusahakan agar apa yang ditanam dapat menghasilkan bulir padi yang baik berkualitas hingga ia siap untuk dipanen.
Dimulai dari membajak, memberi pupuk, menanam, sampai dengan menjaga agar bulir tak di makan hama harus terus menerus dilakukan secara kontinu. Ke semua itu membutuhkan proses panjang dan waktu yang amat melelahkan.
Ketidak sabaran pada saat menjalankan proses pendidikan hanya akan membuat proses pendidikan menjadi tidak maksimal bahkan nihil hasil. Banyak sekali contoh yang bisa kita ambil saat proses pendidikan gagal untuk diimplementasikan dalam keseharian kita, dimana mereka yang notabenenya menyandang predikat sebagai orang yang pintar secara akademiknya justru menjadi tukang kibul, maupun otak dibalik kasus korup bernilai milyaran bahkan triliyunan hingga lakon prostitusi online.
Yah bisa jadi mereka yang pintar secara akademik tersebut tak di barengi dengan kecerdasan emosional dan spiritual lantaran dahulu kala ia hanya mengejar nilai diatas kertas selama masa pendidikan tanpa menjiwai proses pendidikan itu sendiri. Yang penting dapat nilai tinggi dan tidak ada remedy, urusan cara untuk mendapatkan dengan cara halal maupun haram tak jadi soal, asal Pak/bu guru, teman dan orang tua senang tak jadi soal.
Suatu kali saya melihat seorang ibu yang menghardik anaknya dengan kasar sekali. Ibu tersebut memiliki beberapa anak yang berusia balita dimana mereka sedang bermain genangan air di depan rumahnya. Kegembiraan yang terpancar diawal permainan pada akhirnya menjadi sebuah bencana bagi sang anak.
Tanpa ampun dan pandang bulu ibu dari bocah tersebut seketika mencubit sekaligus menghardik anaknya sampai membuatnya menangis. Maksud hati ingin menghindarkan anak dari hal hal kotor yang mana ditakutkan dapat membawa penyakit, namun pada akhirnya perlakuan sang ibu justru memunculkan bibit penyakit baru. Sebuah penyakit yang barangkali akan di kenang dan membentuk kepribadian kasar di masa mendatang.
Teguran yang niatnya dilakukan untuk membangun, namun pada akhirnya justru menjadi aktifitas bully dan memalukan orang yang ditegur. Bukannya membuat sadar akan tetapi justru mereka yang mendapatkan teguran dengan unsur bully pada akhirnya merasakan perasaan minder hingga rasa dendam. Tidak dapat melampiaskan pada orang yang bersangkutan, akhirnya mereka pun melampiaskan pada orang lain.
Proses mendidik anak memang tidaklah instan dan mudah. Ia membutuhkan sebuah kerja sama, kerja keras, konsistensi dan keikhlasan.
Kerjasama dalam mendidik generasi bisa dimulai dengan adanya pengertian serta kepedulian dari orang terdekat hingga sampai pada para pembimbing di sekolahnya.
Karena mendidik anak dengan ketulusan hati akan lebih bermakna bagi anak dan bagi kita sebagai orang tua. Semoga kita dapat menjadi para orang tua yang perhatian pada anak-anak kita.
Post a Comment
Post a Comment