Lembar Setoran Hafalan Juz Amma Lengkap Dengan Nasehat

Lembar setoran hafalan juz 30 atau Juz Amma dari surat an-naas sampai dengan surah an-naba sudah bisa didownload untuk digunakan sebagai alat bantu menilai siswa dan siswi dalam melakukan setoran hafalannya atau tahfidznya.
Untuk tahap ini sangat mudah penggunaannya, hanya cukup mencentang kolom yang sudah di sediakan, jika siswa baru menghafal sekali makan sebainya di centang sekali dengan garis miring, jika sampai 5x/ayat makan akan berbentuk bintang atau * .
Hal ini dibuat agar siswa mengulang sampai 5x /ayat sehingga dalam pengujian lebih maksimal.dibagi dalam beberapa penilaian yaitu sebagai berikut:
- Nomor Surat
- Nama Surat
- Hafal Arti dan Surat
- Sekedar Hafal
- Lancar
- Tajwid
- Fasih
- Lagam
- Hafal Terjemahannya
Dalam lembar berikutnya kami lampirkan pesan dan nasehat untuk semua siswa/siswi maupun guru sekolah dalam memulai menghafal Al-Quran, tentu semua ini tidak terlepas dari pengalaman kami sendiri. selaiin itu kami memberikan Aplikasi Al-Qua'an untuk bisa mempermudah dalam menghafal meskipun sedang kerja bisa di buka melalui laptop/pc.
Adapun nasehat didalamnya akan kami kutip beberapa kata agar bisa didalami makna atau isi kandungannya disaat kita semua berniat mau menjadi hafidz Qur'an.
Jangan Buruk Sangka
Imam Al- Qurthubi menerangkan kepada kita bahwasanya buruk sangka itu adalah melemparkan tuduhan kepada orang lain tanpa dasar yang benar. Yaitu seperti seorang menuduh orang lain melakukan perbuatan jahat, akan tetapi tanpa disertai bukti-bukti yang membenarkan tuduhan tersebut.
Allah Swt berfirman,
“Hai orang- orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba- sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba sangka itu dosa. Dan janganlah mencari- cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adkah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al- Hujurat[49]: 12)
Ayat ini diperkuat dengan hadits Rasulullah Saw yang berbunyi, “Iyyakum wa dzana, fainna dzonna akdzabul hadits” yang artinya, “Jauhilah oleh kalian prasangka, karena sesungguhnya prasangka adalah perkataan paling dusta.”(Muttafaq alaih—Shahih)
Saudaraku, dalam kehidupan sehari- hari kita seringkali menemukan peristiwa seperti ini. Bahkan, boleh jadi diri kita pun tidak luput melakukannya. Baik disadari ataupun tanpa disadari. Hanya karena omongan teman mengenai diri orang lain, kita bisa dengan mudah terpancing untuk turut berprasangka buruk tentangnya.
Jika sudah demikian, maka hidup kita tidak akan tenang. Mengapa? Karena kita jadi mudah menilai bahwa orang lain adalah jahat. Kepada orang tertentu yang kita buruk sangka, kita akan bersikap dingin atau menghindar, karena kita menduga bahwa dirinya jahat dan kita ingin selamat. Padahal sebenarnya, belum tentu seperti itu.
Bahkan, sangat mungkin sangkaannya itu keliru. Dalam situasi seperti itu, maka yang rugi siapa? Tiada lain dan tiada bukan yang rugi adalah diri kita sendiri. Kita rugi karena terganggu ketenangan kita. Dan kita bertambah rugi lagi karena buruk sangka mendatangkan dosa pada diri kita sendiri. Na’udzubillahi mindzalik!
Dalam Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali menjelaskan bahwa buruk sangka (suuzhan) adalah haram sebagaimana ucapan yang buruk. Keharaman suuzhan itu seperti haramnya membicarakan keburukan seseorang kepada orang lain.
Oleh karena itu tidak diperbolehkan juga membicarakan keburukannya kepada diri sendiri atau di dalam hati, sehingga kita berprasangka buruk tentangnya.
Apa yang Al- Ghazali maksudkan adalah keyakinan hati bahwa suatu keburukan tertentu terdapat dalam diri orang lain. Bisikan hati yang hanya terlintas sedikit saja, maka itu di maafkan. Sedangkan yang dilarang adalah menyangka buruk, dimana persangkaan adalah sesuatu yang di yakini di dalam hati.
Jikalau berprasangka buruk terhadap sesama saja sudah mendatangkan dosa. Maka, apalagi jika buruk sangka itu ditujukan terhadap Allah Swt. Seperti apa berburuk sangka kepada Allah itu?
Bentuk- bentuk contoh suuzhan kepada Allah Swt adalah sikap putus asa dari rahmat- Nya, merasa diri tidak disayangi oleh- Nya. Juga sikap tidak menerima takdir, menganggap Allah tidak adil, menganggap doanya tidak akan dikabulkan dan menganggap kaum Muslimin akan tetap dalam keadaan kalah dan kemenangan akan selama- lamanya berada ditangan orang- orang kafir. Serta masih banyak contoh lainnya.
Sedangkan Allah Swt dengan sangat tegas memperingatkan kita untuk tidak berburuk sangka pada- Nya.
Dalam salah satu hadits qudsi disebutkan,
“Aku senantiasa berada pada prasangka baik hamba-Ku dan aku akan bersama dia ketika ia mengingat-Ku (berdzikir kepada-Ku) kalau ia mengingat-Ku dalam hatinya, maka Aku akan mengingat dia dalam Diri-Ku. Bila ia ingat Diri-Ku di tempat ramai, Aku akan mengingatinya di tempat keramaian yang lebih baik dari padanya. Kalau ia (hamba-Ku) mendekat kepada-Ku sejengkal, akan Ku dekati ia sehasta. Kalau ia mendekat kepada- Ku sehasta, maka Aku dekati dia sedepa dan bila dia datang kepada- Ku berjalan, Aku akan mendatanginya dengan berlari.” (HR. Bukhari Muslim. – shahih)
Mungkin kita bertanya- Tanya di dalam hati “Lalu bagaimana cara kita membedakan antara sikap waspada dengan buruk sangka?” pertanyaan seperti ini sangat wajar muncul di dalam benak kita. Karena, memang sangat halus perbedaanya dan juga sangat mudah sekali prasangka terbetik di dalam hati kita.
Sebagaimana sudah disinggung di atas, bahwa Allah akan memaafkan prasangka buruk yang muncul hanya selintas saja di dalam hati yang kemudian dilupakan. Karena manusia adalah makhluk yang lemah yang tidak mampu menghalang- halangi munculnya kilatan prasangka yang muncul secara tiba- tiba begitu saja di dalam hatinya. Namun, apabila kilatan prasangka tersebut dipelihara terus, dilanjutkan atau ditumbuhkan dengan kecurigaan- kecurigaan berikutnya apalagi hingga dibicarakan kepada orang lain, maka inilah yang mendatangkan dosa.
Sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi RA, bahwa buruk sangka yang hukumnya haram adalah prasangka buruk yang menetap di dalam hati seseorang. Sedangkan prasangka buruk yang muncul secara sekilat saja lalu hilang, itu tidaklah mendatangkan dosa karena memang di luar kemampuan manusia.
Pendapat Imam Nawawi tersebut didasarkan kepada sebuah hadits yang menjelaskan bahwasanya Allah Swt akan memaafkan seorang hamba yang di dalam hatinya muncul suatu hal terlarang secara selintas saja secara tidak sengaja, dan ia tidak melanjutkannya dengan cara menceritakannya atau melakukannya.
Semoga kita semua mampu menghindari godaan untuk berburuk sangka kepada orang lain, kepada diri sendiri dan kepada Allah Subhanahu wa ta'ala
Wallahu 'Alam bissowab
Lembar Setoran Hafalan Juz Amma Lengkap Dengan Nasehat
DOWNLOAD DISINI